Lelaki itu berwajah cantik.
Bukan sebagai banci atau manusia yang labil belum menemukan jati diri. Tapi sebagai laki-laki murni yang memiliki wajah cantik.
Minggu lalu, disebuah toko roti aku bertemu dengannya. Sebuah awal yang klise dari perebutan sepotong cheese cake. Cheese cake itu jatuh, dan begitu pula kami. Jatuh kedalam sebuah kisah absurd. Aku tak perlu lah menceritakan detil perkenalan kami. Tapi hari itu, malam itu pula, entah bagaimana awalnya aku sudah duduk di sebuah kedai eskrim. Dan berakhir di depan pintu kamarku. Entah sejak kapan dan bagaimana bisa seintim ini padahal kami baru pertama bertemu.
Dan berlanjut, esok dan esoknya dan kemudian hari hingga hari ini. Aku terbangun pagi-pagi dengan senyum manis cantiknya disampingku persis. Aku butuh sebuah tamparan mungkin, supaya sadar. Tapi secara sangat sadar aku menikmati keberadaannya. Aku tak bersuami, tak juga memiliki pasangan. Komitmen menurutku sebuah tindakan konyol. Jadi aku tak akan membenamkan diriku dalam keterikatan.
Dan biarkan aku menikmatinya, demi keegoisanku semata. Dan agaknya dia pun tak keberatan. Jujur aku tak tau apakah dia beristri atau memiliki kekasih.
ah, kekasih ..
Dia sudah mati. Jadi dia tak akan marah padaku. Aku bisa memberitaunya secara baik-baik saat aku datang ke makamnya bulan November nanti.
Ah, aku harus pergi kerja. Sementara pria cantik-ku masih terlelap dalam selimut tebalnya. Mimpinya sepertinya sempurna. Sampai-sampai senyumnya enggan lepas dari wajahnya. Kukecup matanya sesaat. Dan membelai pipinya lembut.
Sampai jumpa nanti pria cantik-ku ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Katanya sih...